Monday, 6 November 2017

Tongue Tie dan Lip Tie pada Raya

Tulisan kali ini masih dalam rangka euforia ulang tahun Raya ke-2 dan euforia keberhasilan Raya menyusui selama 2 tahun tanpa bantuan susu formula. Untuk ibu-ibu muda di luar sana yang akan dan sedang berjuang.  :)

Menyusui tidaklah selalu mudah, namun memperjuangkannya tak akan sia-sia.

Awalnya saya pede akan bisa menyusui Raya dengan normal dan lancar. Bagaimanapun, menyusui adalah proses alami kan ya. Apalagi Raya lahir normal spontan, dengan kondisi sehat. Ngerasa pede, karena sudah membaca artikel dan buku-buku soal menyusui. Ngerasa pede, karena sudah nanya-nanya pengalaman (positif negatif) ke temen-temen yang sukses (maupun yang tidak berhasil) menyusui sampai 2 tahun. Ngerasa pede, karena dapet dokter SpOG1 yang pro menyusui. Pokoknya jumawa dan pede. Haha....
Sejak lahir, Raya saya usahakan untuk mendapatkan sebaik-baiknya pengkondisian agar bisa mendapatkan ASI2 secara optimal. Dari IMD3, sampai in room nursery selama masa pemulihan di rumah sakit. Dokter anak visite, perawat, keluarga, semuanya saya informasikan sejak awal bahwa saya berniat memberikan ASI saja pada Raya. Untuk mencegah saran-saran yang bikin psikis down. Pokoknya sudah 'mengeraskan kepala' dan menebalkan tekad, dengan berpegangan teguh pada artikel-artikel AIMI4 dan textbook Infant & Young Child Feeding WHO. 


Semua tekanan lingkungan yang menyarankan apa-apa yang tidak sesuai dengan panduan berhasil kami hadapi (dengan senyum atapun dengan bantahan). Ngomel-pun menjadi salah satu guilty pleasure kala itu :)

Sampai kemudian, tangisan Raya karena lapar tidak kunjung berhenti. Hari ke-3, BAK5-nya hanya 1 kali. Berat badannya mulai turun. Tidurpun karena lelah menangis, bukan karena kenyang yang nyaman. Kami panik. Kunjungan ke dokter anak kami lakukan pada saat Raya  berumur 3 hari. Evaluasi dan wawancara mendalam dilakukan dokter anak pada kami. Mulai dari pola konsumsi saya (ibunya) sampai kegiatan sehari-hari kami. Kesimpulannya, perlekatan Raya kurang baik dan saya ibunya kurang minum. 
Malamnya, kami pulang dari tempat praktek dokter dengan segudang PR. Saya, ibunya juga harus minum air putih minimal 2,4 liter sehari. Menyusui setiap 2 jam sekali. Memastikan dan melatih perlekatannya baik. Memastikan BAK nya 6 kali atau lebih dalam 24 jam.
Kami kemudian memutuskan untuk menemui seorang dokter yang juga konselor laktasi untuk melakukan sesi pelatihan perlekatan. Janji via sms kami buat. Awalnya, semua berlangsung normal. Evaluasi dan wawancara seperti biasanya jika melakukan kunjungan ke dokter. Sampai kemudian pada pemeriksaan fisik rongga mulut Raya. Raya ternyata punya lip tie sekaligus tongue tie tipe 2

Tongue Tie. Sumber gambar : disini
Lip Tie. Sumber gambar : disini

Dua hal yang tidak saya baca dengan detail karena terlalu jumawa :) Awalnya kami memilih untuk melakukan terapi perbaikan perlekatan. Perlahan-lahan. Mencoba semua posisi menyusui mulai dari gendong, posisi tiduran, berdiri, duduk dipangku. Mempersering skin to skin contact. Mengajak Raya bicara. Sayapun mulai memperbaiki pola makan, rajin minum air putih, berusaha lebih santai dan tenang. Suami juga tak kalah semangat. Dia melakukan semua yang dia bisa. Memijit saya, membantu mengurus Raya, bahkan memberikan asip6 (suplementasi) ketika Raya tidak puas menyusui, menemani, semuanya.

gini loh caranya bapak Raya ngasi asip waktu itu, tapi pake jari tangannya (yang sudah dibersihkan tentunya) bukan pake puting :)
Sumber gambar : disini

Setelah semua usaha, tetap tidak terjadi perbaikan yang signifikan pada proses menyusui Raya. Dia masih tertidur karena lelah menangis dan lapar, ngemut ketika menyusui, menyusu pada puting, dan puting pecah yang semakin perih dan keluar darah memperparah keadaan.

Bisa saja kami menyerah. Memberikan asip via dot. Atau bahkan memberikan sufor agar Raya lebih tenang.

Setelah sesi konsultasi dan terapi pelatihan perlekatan pada Raya, saya dan suami akhirnya memutuskan untuk melakukan frenotomy pada Raya. Frenotomy, operasi kecil pemotongan selaput di bawah lidah dan selaput bibir atas. Dilakukan dengan sangat cepat dalam ruang praktik dokter, tanpa bius. Selesai tindakan, Raya langsung saya susui untuk menghentikan pendarahan.
Perjuangan belum selesai disini. Dua minggu pertama setelah tindakan frenotomy adalah masa-masa krusial. Masa pelatihan perlekatan, masa penyembuhan luka, sambil tetap dipantau agar bekas frenotomynya tidak menyatu kembali.

Dua hari setelah tindakan frenotomy, Raya tiba-tiba menyusui dengan perlekatan yang benar. Tidak terbayang bagaimana leganya perasaan kami waktu itu. Melihat Raya menyusui dengan lahap. Kemudia tertidur dengan tenang dalam keadaan kenyang. Proses menyusuipun perlahan menjadi semakin menyenangkan. Rasa sakit di puting yang hilang, diikuti dengan kesembuhan luka yang timbul sebelumnya. Bahkan, perlahan tapi pasti berat badannya pun mulai naik.

Alhamdulillah.
Alhamdulillah, ini menjadi keputusan (menurut kami) besar yang tidak pernah kami sesali sampai saat ini. Proses ini hanyalah ujian kecil di awal untuk tekad kami memberikan ASI sampai Raya berumur 2 tahun nanti. Awal dari perjuangan mengASIhi yang berat, dan sekarang berakhir indah.



1. SpOG : Spesialis Obstetri & Ginekologi (Kebidanan dan Kandungan). 
2. ASI : air susu ibu
3. IMD : inisiasi menyusui dini
4. AIMI : Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia
5. BAK : buang air kecil
6. Asip : ASI perah

No comments:

Post a Comment