Monday, 15 September 2014

Tradisi

Tra.di.si n adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat (KBBI, 2005:1208)

Arsitektur tradisional Bali merupakan salah satu dari sekian banyak tradisi yang ada di Bali. Maerupakan salah satu tradisi dalam bentuk fisik yang bersentuhan langsung dengan kehidupan keseharian.

Bicara tentang arsitektur tradisi di Bali. Siapa yang tidak kenal. Setiap jengkal langkah kita di Bali (sampai saat ini masih) dengan mudah menjumpai bangunan dengan gaya warisan tersebut. Yang sampai saat kini masih dipuja-puji sanjung setinggi langit atas kejeniusan mereka. Kejeniusan menciptakan suatu gaya arsitektur yang tidak hanya menjadi tempat berkegiatan saja, tetapi juga menjadi norma hidup.
Tentang bagaimana manusia pada jaman itu (jaman penciptaan arsitektur tradisi yang kita warisi saat ini) sudah dengan detail memikirkan bagaimana memanusiakan wadah berkegiatannya. Memanusiakan disini maksudnya, bukan saja membuat suatu ruang berkegiatan yang nyaman, dengan penggunaan dimensi ruang yang ‘sangat manusia’. Tetapi juga dalam bagaimana mempersonifikasikan bangunan, baik fisik maupun ‘jiwa’ nya.

Sebagai salah satu penghuni bola dunia yang isinya majemuk, barangkali Bali ditakdirkan untuk menjadi suatu tempat yang banyak disinggahi tamu dengan latar belakang budaya yang berbeda. Ada yang datang untuk berdagang, berwisata, datang untuk penelitian kebudayaan, datang untuk menjajah, datang untuk mencari keuntungan pribadi, datang untuk menyebarkan agama. Beragam.

Salah satu bentuk kekaguman saya pada arsitektur tradisi di Bali bukan melulu pada bentuk fisiknya. Tetapi tentang dasar pemikiran yang melandasi wujud fisik tersebut.
Tentang bagaimana para ‘seniman’ masa lampau tersebut menanggapi datangnya para tamu dengan kebudayaan yang berbeda. Tidak dengan menutup diri. Tidak dengan membenci, mencaci maki marah, atau bahkan memisahkan diri dan menganggap hal yang berbeda itu jelek.
Tidak.Mereka berkompromi dengan sangat manis. Berkompromi dengan kebudayaan luar. Mengambil bagian ‘indah’ nya dan membiarkan pergi bagian ‘buruk’nya.Dengan caranya yang sederhana, mereka menyadari bahwa perbedaan itu mutlak dan merupakan kehendak Sang Pencipta yang tidak dapat dilawan.Keindahan bentuk fisik arsitektur tradisi tersebut lahir dari semangat penciptaannya, cinta.

Tapi jangan ditanya bagaimana sikap manusia Bali jaman itu pada orang yang menginjak kehormatannya. Cuma manusia Bali sendiri yang bisa memecah belah Bali :’)


Arsitektur tradisi kita saat ini merupakan bukti nyata tentang bagaimana mereka berkompromi dengan kebudayaan luar tanpa menghinakan diri sendiri. Tanpa kebencian. Tanpa maksud jelek. Kebudayaan Jawa, Cina, India, Jepang dan Belanda yang merupakan bangsa penjajah, dan lain-lainnya. 

Melihat nusantara kita saat ini, tidak terpikirkah untuk mengikuti jejak leluhur kita dahulu?
Tentang bagaimana seharusnya kita menyikapi perbedaan. Ataukah jangan-jangan kita sendiri yang hanya sekedar bangga sebagai pewaris budaya tersebut. Lancar menyebutkan deretan teori dan dasar filosofisnya, namun gagap dalam pemahaman dan pelaksanaannya.

Perbedaan mestinya melahirkan cinta dan kedamaian yang indah bukan?

Pura Beji Sangsit, Singaraja. Terdapat ornamen Meneer Belanda bermain gitar di bagian tengah aling-aling nya (patung menghadap ke bagian dalam area Pura)
Ornamen Patra Ulanda, merupakan ornamen yang mengambil inspirasi bentuk ornamen naturalis dari Eropa. Ciri umum dari patra ini ialah adanya bebungaan (kuncup maupun mekar), buah, berdaun lebar, dan sulur-suluran sebagai penyambung antara objek yang satu dengan lainnya. Sumber Gambar
Mengambil bentuk dasar bunga mawar berduri. Terdapat dua sumber cerita berbeda mengenai patra ini. Disebutkan bahwa ornamen ini dibawa oleh bangsa China dalam pengembaraannya ke Bali.
Sumber lain menyebutkan bahwa ornamen ini diperkenalkan oleh Cik A Tuang, seniman berdarah China ketika mengerjakan Puri Agung Karangasem. Dan pemberian namanya tidak menunjuk pada negara

Piring China pada bangunan tempat suci di Puri Anom Tabanan. Bangunan yang dihiasi piring-piring asli asal negri China ini merupakan arsitektur tradisi yang jamak ditemui di wilayah Tabanan. Sumber gambar

 Ornamen yang mengambil inspirasi dari bentuk seni natural dan geometris dari Prancis. Sumber gambar


Pura Meduwe Karang, Singaraja. Ada ornamen Meneer naik sepeda pada salah satu sisi bangunan pelinggih nya (bangunan pemujaan)





No comments:

Post a Comment