Friday 19 October 2018

Boterkoek Pandan

East meet west in a bite

Rasa ingin tahu anak besar yang berbanding lurus dengan pertambahan umurnya, membuat belakangan anak besar selalu ingin terlibat dalam hampir setiap kegiatan yang saya lakukan. Baking adalah salah satunya. Dia selalu terlihat bersenang-senang setiap membantu saya membuat kue, sayapun menggunakan kegiatan tersebut sebagai salah satu ajang melatih kesabaran saya. Meskipun untuk itu saya kesulitan untuk membuat foto dan catatan yang layak untuk diunggah ke media sosial. Tapi saya harap perasaan senang menghabiskan waktu bersama akan selalu ada di alam bawah sadarnya sampai dia tua nanti.


Dua almond ditabur, tiga almond masuk mulut

Bahan-bahan dan peralatan yang simpel serta praktis dalam proses pembuatan merupakan dua hal yang menjadi syarat mutlak dalam kegiatan baking bersama anak besar. Pilihan saya kali ini jatuh pada kue Boterkoek dengan campuran pandan yang Indonesia banget.

Boterkoek atau Dutch Buttercake atau Lekker Holland merupakan butter cake khas dari Belanda. Kue ini termasuk kue yang padat berlemak (mentega) dengan cita rasa yang manis. Memiliki tekstur antara cake dan cookies, lembut dan garing menjadi satu ketika digigit.

Penampang kue ketika dipotong. Garing krenyes dan lembut

Resep boterkoek kali ini saya ambil dari cookpadnya CikTintin, dengan sedikit penyesuaian. Terutama pada takaran gula, karena kami bukan penggemar makanan manis. Meskipun sebenarnya ciri khas buterkoek ini pada rasanya yang manis.


Berikut adalah cara membuatnya :

Bahan-bahan :

Bahan A :
100 gram mentega tawar suhu ruang (saya pakai merek Anchor)
100 gram margarine (saya pakai Blue Band Master)
60 gram gula pasir halus (gula pasir biasa, saya blender sampai halus karena dirumah tidak ada persediaan gula pasir halus)
1 butir telur ayam segar

Bahan B:
250 gram terigu protein rendah (saya pakai Tepung Kunci, diayak)
1 sdt Pasta pandan

Bahan tambahan :
Kuning telur (kocok lepas, untuk olesan)
Almond dan chocochips (taburan)

Cara membuat :
  1. Panaskan oven, 180° C
  2. Siapkan loyang 20 x 20 cm, alasi kertas roti. Olesi pinggir samping dengan margarin.
  3. Mikser dengan kecepatan tinggi bahan A sampai mengembang pucat (fluffy).
  4. Masukkan pasta pandan, mikser asal rata.
  5. Masukkan terigu ke bahan A, aduk rata dengan spatula.
  6. Tuang kedalam loyang, kerat-kerat permukaannya dengan garpu. Kemudian oles permukaannya dengan kuning telur. Taburi almond dan chocochips.
  7. Panggang selama  35 menit dengan api bawah (lakukan tes tusuk, tusuk gigi keluar mulus artinya sudah matang ya). Kemudian panggang 10 menit dengan api atas atau sampai permukaannya kecoklatan. Untuk catatan, lama pemanggangan disesuaikan dengan oven masing-masing.
Tampak atas yang kebanyakan almond, hasil karya anak besar



Wednesday 10 January 2018

Cerita Menyapih Raya

Setelah perjuangan meng-ASI-hi bersama selama 2 tahun2 bulan, hari Minggu 3 Desember 2016 menjadi hari pertama Raya benar-benar terbebas dari keinginannya untuk menyusui.

sapih2/sa·pih/ vmenyapih/me·nya·pih/ v 1 menyarak (menghentikan anak menyusu): 

Menyapih ini sulit. Menurut saya bahkan jauh lebih sulit daripada ketika saya ngotot meng-ASI-hi Raya. Memisahkan anak (dan ibunya) dari zona nyaman yang dia pahami sejak lahir sampai sebesar ini bukan hal yang mudah. Kegiatan menyusui ini, tanpa saya sadari, sudah menjadi 'candu'. Ada ego yang terpuaskan, perasaan 'dibutuhkan' selama kegiatan menyusui memang bener-bener bikin ketagihan. Jangan lupa, kepraktisan tingkat dewa yang ditawarkan kegiatan menyusui ini juga mengakibatkan efek ketergantungan bukan kepalang.

Sakit? sodorin nyonyok*.
GTM? Sodorin nyonyok.
Rewel? Sodorin nyonyok.
Naik pesawat? Sodorin nyonyok.
90% permasalahan anak besar selesai dengan nyonyok ;D

Saya dan suami bertekad untuk menerapkan menyapih dengan cinta atau weaning with love (WWL). Kesulitan utama dari WWL ini ialah bahwa si anak harus lepas menyusui benar-benar dari kemauannya sendiri. Selain itu, keikhlasan bapak dan ibu juga memegang peranan penting dalam proses menyapih. Dan (lagi-lagi) pegangan ber-WWL kami hanya dokumen-dokumen dari AIMI ASI, karena lingkungan sekitar kami belum ada yang menerapkan WWL dalam menyapih anaknya.

Kami mulai 2 bulan sebelum Raya berulang tahun ke-2, pengurangan frekuensi menyusui demi WWL yang sukses mulai saya lakukan. Perlahan-lahan, agar Raya tidak merasa kehilangan dan tidak kaget. Juga dengan tujuan agar produksi ASI di payudara pelan-pelan mulai berkurang.
2 minggu pertama tanpa kunjungan menyusui di siang hari. Raya baik-baik saja. Bahkan mulai menolak ketika ditawari ASIP. Kemudian, ASIP di kulkas menumpuk karena Raya benar-benar tidak mau minum ASIP. 'Aya mik ain aja', begitu jawabnya setiap disodori ASIP. Good job nak :*
Frekuensi memompa ASI selama jam kantor pun mulai dikurangi pelan-pelan.
Pompa - menyusui siang - pompa
pompa - pompa
pompa siang/sore saja  sesuai kesibukan
berhenti pompa

Sukses. Raya baik-baik aja tanpa ASIP, tanpa nyonyok siang. Aktifitas tetap normal, bahkan tambah aktif. Tidak rewel. Nafsu makannya juga makin bertambah.
3 minggu sejak kunjungan siang berhenti, tiap jam pulang kantor, Raya langsung nempel untuk menyusui. Setelah semua kegiatan sore dilakukan untuk mengalihkan perhatian Raya dari nyonyok Ibu (kesukaannya adalah bersepeda di sore hari), akhirnya Raya berhenti menyusui di sore hari. Tidak pernah meminta lagi, meskipun ibu kadang pulang lebih awal di sore hari bahkan sempat menemani Raya bermain sepeda.

Kemudian, sampai pada masa dimana kegiatan menyusui dilakukan saat waktu tidur malam saja. Menyapih waktu tidur malam ini yang paling susah, karena Raya selalu tidur malam dalam posisi menyusui dan sampai sekarang Raya masih tidur sama ibuk dan bapak.
Segala cara kami lakukan untuk mengalihkan  perhatian Raya dari kegiatan menyusui.
1.     Mengalihkan Raya dengan permainan atau buku cerita setiap mau tidur.
2.     Memberikan sugesti positif setiap tidur. Kalimat  'anak besar anak pinter bubuk sendiri. Anak besar anak pinter klo ngantuk langsung bubuk. Anak besar anak pinter klo haus mimik air putih'. Berulang-ulang. Awal-awal disugesti, anaknya masih diem  kalo ditanyain 'siapa anak besar pinter?'. Tapi lama-lama, akhirnya teriak paling kenceng sampe ngangkat tangan 'AYAAAA!!!', gitu katanya.
3.     Menawarkan 'Raya mau bubuk peluk, bubuk puk puk, atau bubuk gendong?' setiap anak besar mengeluarkan gesture mau menyusui
4.     Mengajarkan Raya bilang 'dadah nyonyok' tiap malem mau bubuk dan pagi baru bangun. Ini juga setelah berkali-kali diajak, baru anaknya mau ikut dadah dadah. Dari ga mau niruin, ikut niruin dengan suara lirih, sampai akhirnya semangat 45 ikut teriak.
5.     Yang paling berjasa disini, adalah bapaknya. Ketika ibuk sudah kehabisan akal mbujuki si anak lanang. Bapaknya dengan sigap mengambil alih situasi. Mulai dari gendong, bacain cerita, ikut pukpuk. Bahkan sigap bangun tengah malem ketika anaknya bangun. Siap dengan botol air putih dan lagu nina bobo. Ini klo bapak ga ada, ga kebayang gimana susahnya menyapih Raya.

Perjalanannya tidak semulus list di atas. Ada malam dimana Raya mengamuk karena ASI yang keluar tidak sederas malam-malam sebelumnya, dan ketika lelah dia cuma bisa bersuara lirih 'ga ada shushunya ibuk'. Ada malam-malam dimana dia tertidur tanpa menyusui, tapi malamnya mengigau 'Aya mau nyonyok ibuk..Aya mau nyonyok Ibuk'. Ada malam dimana Ibuk harus tidur menahan kesemutan, karena anak lanang milih tidur bubuk peluk di atas badan ibuk sampai dini hari. Ada malam-malam dimana bapak dan ibuk berdiskusi agak keras soal teknik menyapih yang baru saja dilakukan.

Jadi, memang betul kalau hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Raya usia 2 tahun 2 bulan ..... Sudah bisa tidur malam tanpa menyusu lagi. Sudah bisa memilih sendiri, antara mau bubuk pukpuk atau bubuk peluk. Bangun tengah malam, sudah langsung duduk cari botol minum sendiri. Habis minum, lanjut tidur lagi. Begitu terus. Bahkan belakangan sudah tidak pernah bangun tengah malam untuk minum lagi.
Proses WWL yang kami jalani memang tidak sepenuhnya sempurna sesuai dengan teori-teori yang ada, tapi ini yang terbaik yang bisa kami bertiga lakukan ya. 

Terima kasih sudah mau bekerja sama dengan baik, nak.


Terima kasih juga buat Bapak, sudah menjadi bapak siaga sampai saat ini. Terima kasih sudah mau bekerja sama.




*nyonyok : payudara (bahasa Bali)

Monday 6 November 2017

Tongue Tie dan Lip Tie pada Raya

Tulisan kali ini masih dalam rangka euforia ulang tahun Raya ke-2 dan euforia keberhasilan Raya menyusui selama 2 tahun tanpa bantuan susu formula. Untuk ibu-ibu muda di luar sana yang akan dan sedang berjuang.  :)

Menyusui tidaklah selalu mudah, namun memperjuangkannya tak akan sia-sia.

Awalnya saya pede akan bisa menyusui Raya dengan normal dan lancar. Bagaimanapun, menyusui adalah proses alami kan ya. Apalagi Raya lahir normal spontan, dengan kondisi sehat. Ngerasa pede, karena sudah membaca artikel dan buku-buku soal menyusui. Ngerasa pede, karena sudah nanya-nanya pengalaman (positif negatif) ke temen-temen yang sukses (maupun yang tidak berhasil) menyusui sampai 2 tahun. Ngerasa pede, karena dapet dokter SpOG1 yang pro menyusui. Pokoknya jumawa dan pede. Haha....
Sejak lahir, Raya saya usahakan untuk mendapatkan sebaik-baiknya pengkondisian agar bisa mendapatkan ASI2 secara optimal. Dari IMD3, sampai in room nursery selama masa pemulihan di rumah sakit. Dokter anak visite, perawat, keluarga, semuanya saya informasikan sejak awal bahwa saya berniat memberikan ASI saja pada Raya. Untuk mencegah saran-saran yang bikin psikis down. Pokoknya sudah 'mengeraskan kepala' dan menebalkan tekad, dengan berpegangan teguh pada artikel-artikel AIMI4 dan textbook Infant & Young Child Feeding WHO. 


Semua tekanan lingkungan yang menyarankan apa-apa yang tidak sesuai dengan panduan berhasil kami hadapi (dengan senyum atapun dengan bantahan). Ngomel-pun menjadi salah satu guilty pleasure kala itu :)

Sampai kemudian, tangisan Raya karena lapar tidak kunjung berhenti. Hari ke-3, BAK5-nya hanya 1 kali. Berat badannya mulai turun. Tidurpun karena lelah menangis, bukan karena kenyang yang nyaman. Kami panik. Kunjungan ke dokter anak kami lakukan pada saat Raya  berumur 3 hari. Evaluasi dan wawancara mendalam dilakukan dokter anak pada kami. Mulai dari pola konsumsi saya (ibunya) sampai kegiatan sehari-hari kami. Kesimpulannya, perlekatan Raya kurang baik dan saya ibunya kurang minum. 
Malamnya, kami pulang dari tempat praktek dokter dengan segudang PR. Saya, ibunya juga harus minum air putih minimal 2,4 liter sehari. Menyusui setiap 2 jam sekali. Memastikan dan melatih perlekatannya baik. Memastikan BAK nya 6 kali atau lebih dalam 24 jam.
Kami kemudian memutuskan untuk menemui seorang dokter yang juga konselor laktasi untuk melakukan sesi pelatihan perlekatan. Janji via sms kami buat. Awalnya, semua berlangsung normal. Evaluasi dan wawancara seperti biasanya jika melakukan kunjungan ke dokter. Sampai kemudian pada pemeriksaan fisik rongga mulut Raya. Raya ternyata punya lip tie sekaligus tongue tie tipe 2

Tongue Tie. Sumber gambar : disini
Lip Tie. Sumber gambar : disini

Dua hal yang tidak saya baca dengan detail karena terlalu jumawa :) Awalnya kami memilih untuk melakukan terapi perbaikan perlekatan. Perlahan-lahan. Mencoba semua posisi menyusui mulai dari gendong, posisi tiduran, berdiri, duduk dipangku. Mempersering skin to skin contact. Mengajak Raya bicara. Sayapun mulai memperbaiki pola makan, rajin minum air putih, berusaha lebih santai dan tenang. Suami juga tak kalah semangat. Dia melakukan semua yang dia bisa. Memijit saya, membantu mengurus Raya, bahkan memberikan asip6 (suplementasi) ketika Raya tidak puas menyusui, menemani, semuanya.

gini loh caranya bapak Raya ngasi asip waktu itu, tapi pake jari tangannya (yang sudah dibersihkan tentunya) bukan pake puting :)
Sumber gambar : disini

Setelah semua usaha, tetap tidak terjadi perbaikan yang signifikan pada proses menyusui Raya. Dia masih tertidur karena lelah menangis dan lapar, ngemut ketika menyusui, menyusu pada puting, dan puting pecah yang semakin perih dan keluar darah memperparah keadaan.

Bisa saja kami menyerah. Memberikan asip via dot. Atau bahkan memberikan sufor agar Raya lebih tenang.

Setelah sesi konsultasi dan terapi pelatihan perlekatan pada Raya, saya dan suami akhirnya memutuskan untuk melakukan frenotomy pada Raya. Frenotomy, operasi kecil pemotongan selaput di bawah lidah dan selaput bibir atas. Dilakukan dengan sangat cepat dalam ruang praktik dokter, tanpa bius. Selesai tindakan, Raya langsung saya susui untuk menghentikan pendarahan.
Perjuangan belum selesai disini. Dua minggu pertama setelah tindakan frenotomy adalah masa-masa krusial. Masa pelatihan perlekatan, masa penyembuhan luka, sambil tetap dipantau agar bekas frenotomynya tidak menyatu kembali.

Dua hari setelah tindakan frenotomy, Raya tiba-tiba menyusui dengan perlekatan yang benar. Tidak terbayang bagaimana leganya perasaan kami waktu itu. Melihat Raya menyusui dengan lahap. Kemudia tertidur dengan tenang dalam keadaan kenyang. Proses menyusuipun perlahan menjadi semakin menyenangkan. Rasa sakit di puting yang hilang, diikuti dengan kesembuhan luka yang timbul sebelumnya. Bahkan, perlahan tapi pasti berat badannya pun mulai naik.

Alhamdulillah.
Alhamdulillah, ini menjadi keputusan (menurut kami) besar yang tidak pernah kami sesali sampai saat ini. Proses ini hanyalah ujian kecil di awal untuk tekad kami memberikan ASI sampai Raya berumur 2 tahun nanti. Awal dari perjuangan mengASIhi yang berat, dan sekarang berakhir indah.



1. SpOG : Spesialis Obstetri & Ginekologi (Kebidanan dan Kandungan). 
2. ASI : air susu ibu
3. IMD : inisiasi menyusui dini
4. AIMI : Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia
5. BAK : buang air kecil
6. Asip : ASI perah

Monday 23 October 2017

Selamat Ulang Tahun, Raya!

Hai Anak, selamat ulang tahun ke-2 Nak

Waktu rasanya cepat sekali berlalu. Rasanya seperti baru kemarin bapakmu berpacu dengan lalu lintas Senin pagi untuk mengantar ibu ke rumah sakit. Baru kemarin rasanya kamu menangis dalam tidur karena tertimpa guling bayi. :) 

Tapi jangan khawatir nak, Ibu sudah lupa sama sekali mengenai kesakitan ketika kelahiranmu. Satu yang masih bisa Ibu rasakan dengan persis sama sampai saat ini adalah perasaan ibu ketika pertama kali memeluk kamu Nak.

Terima kasih sudah menjadi bagian bahagia kami.

Jadilah anak yang sholeh

Selalu bahagia

Dan jangan lupa untuk selalu berbuat baik. Berbaiklah pada semua orang tanpa kecuali.

Ibu tidak akan menuntut kamu menjadi anak penurut pada manusia. Termasuk pada Ibu, Ibu ini cuma manusia biasa Nak. Ibu takut jika kamu menjadi penurut, segala sesat pikir yang Ibu tak sadari akan kamu ikuti juga Nak.

Teruslah bertanya, berpikir, dan bergerak  Nak. Duniamu diluar sana lebih luas, lebih besar dari apa yang kami pahami dan ketahui.

Kamu adalah manusia utuh milik dirimu sendiri Nak. Maka melangkahlah dengan pemikiranmu sendiri.

Doa kami setiap saat bagi diri kami, agar Ibu dan Bapak selalu ikhlas terbuka pada hal-hal baru yang positif dan selalu siap bertukar pikiran denganmu nanti. Sekali lagi, agar kami tidak menjadi bebal pada sesat pikir kami.

Selamat ulang tahun

Manggala Raya | pemimpin besar 

Aamiin.

Let's travel and get old together, team!


Monday 31 July 2017

A Tribute To Slipknot - Pulse of the Maggots

Pulse of the Maggots,

Berjarak sejengkal dari kata menyerah, dan lagu ini literally has and always saved my life.



Suatu malam. Lelah dengan keadaan. Skripsi yang tak kunjung sesuai target ditambah permasalahan lain yang datang bersamaan. Playlist winamp di PC tiba-tiba muter lagu ini. Somehow, saya terdiam sejenak. Merasa ringan. Waktu itu bahkan belum tahu liriknya tentang apa. Malam itu, dengan koneksi internet seadanya langsung cari tahu lirik lagunya. Membacanya saya menangis. Kemudian merasa cukup dengan semua keluh kesah.

Liriknya saya print, saya tempel di papan meja kerja. Lagunya selalu ada di playlist.
Dan klise saja, setiap merasa hampir menyerah saya lihat kembali bait-bait lagunya dan merasa semangat kembali.
Saya bahkan menempatkan Slipknot pada ucapan terima kasih di skripsi saya.
Thank you, dear ;*

This is the year where hope fails you
The test subjects run the experiments
And the bastards you know is the hero you hate
But cohesing is possible if we strive
There's no reason, there's no lesson
No time like the present, telling you right now
What have you got to lose?
What have you got to lose except your soul?
Who's with us?

I fight for the unconventional
My right and it's unconditional
I can only be as real as I can
The disadvantage is I never knew the plan

This isn't just the way just to be a martyr
I can't walk alone any longer
I fight for the ones who can't fight
And if I lose, at least I tried

We—we are the new diabolic
We—we are the bitter bucolic
If I have to give my life you can have it
We—we are the pulse of the maggots

I won't be the inconsequential
I won't be the wasted potential
I can make it as severe as I can
Until you realize you'll never take a stand

It isn't just a one-sided version
We've dealt with a manic subversion
And I won't let the truth be perverted
And I won't leave another victim deserted

We—we are the new diabolic
We—we are the bitter bucolic
If I have to give my life you can have it
We—we are the pulse of the maggots

Do you understand? Yes [4x]

Say it again, say it again, we won't die [8x]

We fight 'til no one can fight us
We live and no one can stop us
We pull when we're pushed too far
And the advantage is the bottom line is

We never had to fight in the first place
We only had to spit back at their face
We won't walk alone any longer
What doesn't kill us, only makes us stronger

We—we are the new diabolic
We—we are the bitter bucolic
If I have to give my life you can have it

We—we are the pulse of the maggots

Friday 9 June 2017

Sakitnya Raya


Sedikit kilas balik kejadian sakitnya Raya yang lumayan bikin ibunya lumayan panik. 

Disclaimer dulu ya, sebelum lanjut cerita :
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mendiskreditkan profesi atau rumah sakit tertentu. Murni hanya untuk berbagi pengalaman pribadi.

Manggala Raya, menjelang 18 bulan (19 April 2017)

Alhamdulillah, Raya termasuk anak yang jarang banget sakit. Meskipun begitu, obat batuk pilek panas yang generik + termometer selalu tersedia di kantong obatnya Raya. 
Pokoknya selalu merasa well prepared, pede, dan tenang.

Katanya, anak-anak rentan sekali terpapar virus. Apalagi jika ada teman sepermainannya yang sudah sakit duluan, namanya anak-anak ya memang ga bisa kalo ga main bareng. Jadi waktu itu ada keponakan, temen mainnya Raya sehari-hari, yang sudah sakit pilek duluan, ya tetep aja ga mau misah mainnya. Awal sakit pilek, seperti biasa, ibunya tenang-tenang aja.

Sabtu, 25 Maret 2017. Raya pilek isi panas sedikit. Panasnya masih di area 37-37,4 °C. Belum minum obat. Kebetulan hari itu ada acara 3 bulanan saudara. Ibunya pede aja ngajak Raya kondangan. Anaknya hepi + ga bisa diem juga sih ya. Makannya masih bagus disini.

Oh iya, Raya sampai sekarang masih makan sayuran kukus + lauk yang ibunya buat sendiri. Belum kena makanan-makanan dan minuman-minuman ringan tak sehat, susu (selain ASI) pun belum. Ibunya masih bisa galak ke orang-orang sekitarnya :)

Minggu,  26 Maret 2017. Bapak Raya tiba di rumah siang harinya. Memang rencana mau liburan Nyepi bareng. Anaknya masih panas. Ibunya juga masih santai. Sekarang isi batuk sedikit. Mulai minum obat batuk + pilek  karena udah mulai susah bernapas, dan obat panas (kalau panas diatas 37,5 °C). Mulai susah makan. Tapi nyusunya tambah kenceng.

Senin, 27 Maret 2017. Batuk, pilek + panas. Disini Raya mulai bangun dini hari karena panas badannya tinggi. Jam 3 dini hari panasnya sampe 38,9 °C. Raya kami ajak pulang kampung di Tabanan (rumah asalnya Ibu) untuk liburan Nyepi. Rencana liburan pun kami urungkan.

Selasa, 28 Maret 2017. Nyepi. Masih batuk pilek + panas. Dan masih kebangun dini hari karena panas tinggi. Sama bapaknya sudah berencana, kalo sampe besok panasnya belum turun kita langsung ke dokter, karena sudah lewat 3 hari. Disini Raya masih anteng (dalam artian ga rewel), masih tetep ga bisa diem (biasanya ga bisa diem pake banget). Malemnya meskipun gelap, anaknya ga rewel. Anteng aja diajak nonton bintang sampe ketiduran.

Rabu, 29 Maret 2017. Dini hari, Raya kebangun. Nangis. Suhu badannya tinggi. 38,8 °C. Langsung minum obat penurun panas. Disusui sampe tertidur. Bangun paginya, bukannya seger. Anaknya malah lemes-lemes aktif, dan badannya masih agak anget. Bapak dan Ibu Raya langsung siap-siap balik Denpasar buat ke dokter.

Jalan utama Tabanan - Denpasar sehari setelah Nyepi (hari Ngembak Geni) adalah jalur padat merayap ramai banget. Sepanjang jalan, Raya yang biasanya duduk sendiri di carseat-nya saya pangku. Sambil terus saya susui. Suhu badannya masih anget. Sepanjang perjalanan masih berupaya menelpon ke klinik tempat dokter anaknya praktek. Masih belum diangkat. Sepertinya masih tutup ya? Nyepi dan Ngembak Geni adalah hari libur umum di  Bali. Saya tidak punya (tidak pernah menanyakan sebelumnya) nomer telepon dokter anak langganannya Raya.

Disini saya merasa bodoh. Bodoh karena tidak pernah menanyakan lokasi praktek lain dokternya. Bodoh karena tidak pernah menanyakan nomer telepon dokternya yang bisa dihubungi pada situasi darurat seperti sekarang.

Sampai akhirnya pasrah. Karena mikirnya juga sama-sama dokter anak, yang penting diperiksa dulu biar ketahuan ini sakitnya apa. Akhirnya buat janji ke dokter anak di suatu rumah sakit. Bukan dokter anak langganannya Raya. Dapet nomer terakhir di dokter anak yang buka, sambil terus berusaha menghubungi tempat praktek dokter anak langganannya.
Masuk ruangan dokter. Ada yang aneh. Dokternya langsung membuat kesimpulan-kesimpulan. Tanpa bertanya detail mengenai kondisi Raya. Yang membuat saya dan suami terhenyak adalah ketika dokter anak tersebut langsung memberikan obat anal (tanpa bertanya dan memberi penjelasan mengenai obat tersebut sebelumnya) kemudian mengatakan 'no candy sayang untuk sementara, no ice cream'.

Well, Raya anak kami. Sudah hak kami untuk mengetahui segala jenis obat dan pengobatan yang diberikan pada Raya. Dan candy? OMG. Dokternya bahkan tidak menanyakan pola makan dan pemberian obat untuk Raya sebelumnya pada kami.

Dokter mendiagnosis Raya terkena pneumonia dan harus segera di-opname. Saya dan suami terdiam, saling pandang, saling kirim kode. Kami bersikeras kalau Raya jangan di opname sampai ada hasil lab. Kami keluar ruangan dokter dengan resep obat dan vitamin (yang lagi-lagi ditulis tanpa memberi informasi detail dan tanpa menanyakan riwayat obat yang sudah diberikan). Dan surat rujukan untuk melakukan cek darah, rontgen paru-paru dan nebulizer di rumah sakit tersebut.  Kami ikuti. Sambil tetap berusaha hubungi dokter langganan Raya.
Mungkin memang semua prosesnya harus dilalui, tempat praktek dokter langganan baru bisa dihubungi setelah nebulizer, hasil rontgen dan hasil cek darah keluar. Pembacaan hasil rontgen sesuai dengan perkataan dokter sebelumnya, Raya harus opname. Tapi dengan sopan kami katakan bahwa kami akan cari second opinion dulu sebelum memutuskan apakah Raya akan opname atau tidak. Obat dalam resep tidak kami tebus. Kami pulang.

Sore itu, kami bertiga pergi ke dokter langganannya Raya. Panas tubuhnya sudah mulai turun. Bahkan anaknya sudah lari-larian ketika menunggu antrean dokter.
Sampai giliran Raya untuk diperiksa. Dokternya mulai menanyakan dengan detil ihwal sakitnya Raya. Panas badannya dari hari ke hari, jam berapa panas jam berapa panasnya turun. Pola pemberian obat panas, nafsu makan, gejala sakit, dll. Semua. Detail.
Selesai wawancara, dokternya mulai melihat hasil tes darah dan rontgen dari raya. Menurut diagnosa dokternya, Raya terkena bronkhitis. Boleh rawat jalan dengan pengawasan lebih mendetail lagi pada kondisi badan dan lingkungan sekitarnya. Malam itu, keluar dari ruangan dokter, Raya di-nebul lagi. Obat baru yang diresepkan cuma obat untuk pileknya, tanpa anti-biotik. Obat panas dan batuk masih menggunakan sebelumnya.

Malamnya, Raya tidur nyenyak. Suhu badan normal. Bernapasnya juga sudah lebih ringan. Obat panas hanya diberikan jika suhu badannya naik, dan obat pilek diberikan selama 3 hari ke depan (atau kurang jika pileknya sudah hilang). 3 hari berturut-turut, setiap malam, kami balik ke tempat praktek dokternya untuk nebulizer. Panas badan Raya tidak naik lagi semenjak hari pertama ke dokter.

Alhamdulillah.

Kami bersyukur masih diberi pikiran sehat dalam keadaan terdesak. Sebagai pasien, kami sadar kami tidak memiliki latar belakang pendidikan yang berhubungan dengan dunia kesehatan. Tetapi kami pun sadar, kami berhak tahu dan paham mengenai kondisi tubuh (anak)  kami. Mengenai apa-apa yang akan diberikan pada tubuh (anak) kami. Kami berhak untuk berkonsultasi dan berdiskusi mengenai kondisi kesehatan badan (anak) kami.

Buat kami, ke dokter bukan sekedar buat sembuh, tapi juga buat evaluasi gaya hidup. Percuma kan sembuh, tapi penyebab penyakitnya ga ikut dihilangin. Bakal kena sakit yang sama terus-terusan sampe bosen.
;*


Nebul hari kedua, sebelum pergi kondangan

Tuesday 9 May 2017

Sandal Jepit Pengingat

Raya, 18,5 bulan

Dulu saya suka menganggap kalau selera anak kecil itu adalah sepenuhnya selera ayah/ibu atau orang-orang dewasa  terdekatnya. Kalau anaknya dandan warna-warni tabrak warna atau malah monokrom, ya itu selera orang tuanya. Pikiran saya, anak ya bakal nurut-nurut aja dikasi apa aja, asalkan dipuji-puji cantik/ganteng/bagus dll.
Kemudian, setelah ada Raya, saya sadar. Saya tidak sepenuhnya benar. Belakangan, hampir setiap habis mandi atau mau keluar rumah, saya harus minta persetujuannya untuk pakaian yang akan dia pakai. Dari kepala sampai ujung kaki. Bukan cuma soal pakaian, makanan, keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, apapun hal-hal yang melibatkan dia. Anak seumur ini sudah siap dan bisa untuk berdiskusi. Pendiriannya biasanya akan berubah ke arah kebaikan jika alasan-alasan yang saya berikan dapat diterima oleh Raya.

Ada cerita lucu yang menurut kami juga menjadi pembelajaran besar untuk kedepannya.
Suatu hari, karena ngebet pengen ngajarin Raya pake sandal jepit, saya nitip beli sandal jepit anak-anak ke pengasuhnya. Dibeliin di pasar depan rumah. Sandal jepit karet warna kuning jreng. Dengan alasan, hanya warna itu yang nomernya pas di kaki Raya. Sampai rumah, dengan gembira sendal langsung dipakaikan di kakinya.

Anaknya nolak-nolak.

'Ga mau ga mau'

Sambil hentak-hentak kaki.

Ok.Kemudian sandalnya disimpan. Sore itu, dibawa pulang kerumah, dengan harapan nantinya anaknya mau memakainya sendiri. Sampai anaknya tidur malem, sandal itu tidak tersentuh. Anaknya selalu bilang 'ga mau ga mau' sambil menjauh setiap diminta menggunakan sandal barunya. Padahal sudah diiming-imingi dengan kata-kata 'biar kakinya ga kotor, sendal baru, sendal bagus, sendal ganteng.......'

Seminggu kemudian. Dua minggu kemudian. Anaknya masih menolak mengenakan sandal tersebut. Makin hari, penolakannya makin keras. Bahkan suatu hari, saya memergoki Raya meletakkan sandal tersebut di luar rumah. Baiklah nak, sudah sampai sini, Ibu minta maaf.
Maaf karena telah mengecilkanmu.

Minggu ketiga, sepulang kantor dalam perjalanan pulang ke rumah, Raya ikut ke toko sepatu. Memilih sendiri sepatu yang mana. Well, anak ibu sudah besar. Saya cuma bisa senyum-senyum sendiri ngeliat Raya berkeliling rak sepatu, berhenti beberapa saat di depan sepatu yang dia minati, kemudian berlalu lagi. Senyum-senyum sendiri melihat bagaimana dia berinteraksi dengan tante spg. Dia dengan kesadarannya sendiri bisa mengatakan 'ga mau' pada alas kaki yang tidak diminati. Pada beberapa alas kaki yang menarik perhatiannya pun, dia katakan 'ga mau' setelah dicoba berjalan kesana-kemari.

Pilihan jatuh pada sandal karet tertutup bermotif jaring spiderman, Berwarna merah hitam, dengan pin spiderman di bagian depannya. Awalnya dia ragu-ragu. Diam saja ketika dicoba pakaikan oleh tante SPG. Kemudian berjalan sana-sini mematut-matutkan diri. Kemudian menghampiri saya.

'Aya mau aya mau'

Baik nak. Ini pilihanmu. Setelah cek kondisi alas kaki, bayar di kasir, kemudian pulang.
Sandal itu sampai hari ini selalu menemani kakinya. Kemanapun Raya melangkah. Sekedar ke warung depan, atau pergi agak jauh dengan pakaian rapi.

Sandal pilihan Raya vs sandal yang dipilihkan. Pin spidermannya bahkan sudah hilang 1

Well, pelajaran besar bagi saya dan bapaknya. Kami diingatkan. Diingatkan sekali lagi bahwa anak adalah titipan. Mengingatkan kami bahwa anak (meskipun terlahir dari rahim saya) adalah juga seorang manusia. Manusia yang memiliki pemikirannya sendiri. Manusia yang memiliki dirinya sendiri seutuhnya. Mengingatkan kami untuk bersiap diri, bersiap untuk berdiskusi, bahkan berdebat dengan data dan cinta.


Maka kami percaya kalau perbedaan pendapat dan pemikiran tidak akan mendinginkan hubungan darah kami nantinya. Agar hubungan Bapak -Ibu - Raya - dan (mungkin) adik(-adiknya) nanti benar-benar terikat secara emosional, bukan hanya sekedar kewajiban pertalian darah.

Insya Allah ya

Raya, dengan pakaian pilihannya,

With Love,
Ibu - Bapak